
Radar Info– Tarling adalah salah satu warisan budaya khas daerah pesisir Jawa Barat yang muncul dari kreativitas masyarakat Indramayu. Seni ini menggabungkan unsur tradisi gamelan dengan nuansa modern melalui alunan gitar.
Asal-usul Tarling telah melalui perjalanan panjang sejak awal abad ke-20 hingga saat ini menjadi bagian dari budaya masyarakat Indramayu dan Cirebon.
Tarling pertama kali muncul pada sekitar tahun 1920-an hingga 1930-an, diciptakan oleh seorang seniman desa bernama Mang Sakim yang berasal dari Kepandean, Indramayu. Pada masa itu, gitar masih dianggap sebagai alat musik asing yang tidak umum dikenal oleh masyarakat pedesaan.
Namun, Sakim mampu menyesuaikan nada-nada gamelan ke dalam alunan gitar, menghasilkan suasana musik yang khas dan inovatif.
Eksperimen Mang Sakim selanjutnya dilanjutkan oleh anaknya, Mang Sugra. Sejak masa remaja, Sugra terkenal mahir bermain gitar dan mengembangkan gagasan ayahnya.
Ia berusaha mengalihkan nada pentatonis gamelan ke dalam senar gitar diatonis.
Tidak berhenti sampai di situ, Sugra menambahkan alat musik seruling bambu sebagai pelengkap. Dari gabungan gitar (itar) dan suling inilah muncul istilah Tarling.
Pada sekitar tahun 1940-an, permainan gitar dan suling Sugra mulai diminati oleh masyarakat. Ia sering tampil di berbagai acara desa seperti pernikahan, sunatan, dan acara syukuran. Karya Sugra membuat musik Tarling semakin disukai dan dikenal sebagai musik khas wilayah pesisir Indramayu.
Pada tahun 1950-an, muncul tokoh penting lain dalam perkembangan Tarling, yaitu Jayana, seorang pemuda dari Karangampel. Jayana terkenal sangat mahir bermain gitar dengan nuansa musik gamelan.
Ia bahkan memperluas penyebaran Tarling dengan melakukan perjalanan ke berbagai wilayah, termasuk Cirebon.
Perjalanan Jayana memberi kesempatan kepada seniman lain untuk turut memperkenalkan Tarling. Salah satunya adalah Abdul Ajib, yang akrab disapa Ajib, seorang seniman asal Cirebon.
Luar biasa terinspirasi oleh permainan Jayana dan kemudian berperan penting dalam menyebarkan Tarling ke wilayah Cirebon. Sejak saat itu, Tarling menjadi milik bersama dua daerah pesisir: Indramayu dan Cirebon.
Pada masa 1960-an, Tarling semakin dikenal. Di Palimanan, Cirebon, seni ini bahkan ditetapkan sebagai salah satu kesenian tradisional khas wilayah tersebut. Alat musik yang digunakan semakin lengkap, mulai dari gitar dan suling hingga ditambah kendang dan gong, serta dikombinasikan dengan pertunjukan drama panggung yang memperkaya daya tarik tampilan.
Abad 1970 hingga 1980 menjadi masa keemasan Tarling dengan munculnya para seniman muda seperti Yoyo S, Ipang Supendi, dan Aas Rolani.
Mereka berhasil mempertahankan keberadaan Tarling sambil menambahkan variasi dalam musikalitas agar lebih sesuai dengan perkembangan zaman.
Pada awal tahun 2000-an, Tarling mengalami perubahan besar. Kali ini, musik Tarling bergabung dengan dangdut, menghasilkan genre baru yang disebut Tarling Dangdut. Keberadaan alat musik organ tunggal dalam pertunjukan membuat musik ini semakin diminati oleh masyarakat pesisir.
Meskipun mengalami perubahan, Tarling tetap menjaga identitas lokalnya. Lirik-lirik yang menggunakan bahasa Indramayu dan Cirebon menjadi ciri khas yang sulit terpisahkan dari akar budaya masyarakat setempat. Inilah yang membuat Tarling bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga alat pelestarian bahasa dan tradisi.
Keunikan Tarling juga terdapat pada aspek sosialnya. Musik ini selalu hadir dalam berbagai kegiatan masyarakat, mulai dari acara pernikahan, sunatan, hingga kegiatan adat. Tarling berperan sebagai alat untuk memperkuat ikatan sosial antara warga pesisir Indramayu dan Cirebon.
Di tengah arus perkembangan modern, Tarling tetap menjadi bagian dari identitas budaya. Pemerintah setempat juga memberikan perhatian khusus terhadap pelestariannya. Salah satunya dengan membangun Taman Tarling di wilayah Kepandean, Indramayu, sebagai tanda sejarah lahirnya musik khas daerah pesisir tersebut.
Taman Tarling tidak hanya berupa monumen sejarah, tetapi juga menjadi tempat bagi kalangan muda untuk mengenal dan menyukai kesenian nenek moyang. Dengan demikian, Tarling diharapkan bukan hanya menjadi kenangan masa lalu, tetapi terus berkembang dalam semangat budaya masyarakat Indramayu dan Cirebon.
Saat ini, Tarling telah menyebar ke berbagai platform yang lebih modern. Banyak karya Tarling diunggah melalui media sosial dan saluran musik digital, sehingga bisa dinikmati oleh masyarakat secara lebih luas, bahkan sampai ke luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa kesenian tradisional dapat bersamaan dengan teknologi canggih.
Musik Tarling merupakan bukti nyata bagaimana imajinasi lokal mampu menghasilkan karya seni yang tak pernah pudar. Mulai dari Mang Sakim hingga generasi saat ini, Tarling tetap menjadi simbol identitas masyarakat pesisir Jawa Barat yang kaya akan adat dan budaya.