Minggu, 12 Oktober 2025

Universitas Ciputra Jadi Kampus AI Berwirausaha

Universitas Ciputra Jadi Kampus AI Berwirausaha

Radar Info.CO.ID - JAKARTA.Universitas Ciputra (UC) sedang mengubah sistem pendidikannya dengan menjadikan kecerdasan buatan generatif sebagai keterampilan wajib bagi seluruh mahasiswa, sekaligus memperkuat kerja sama internasional dengan mitra ternama di bidang teknologi.

Sejak berdirinya, UC terus menerapkan nilai-nilai tertentu Sejak awal berdiri, UC tetap memperkuat prinsip-prinsip tertentu Sejak pertama kali didirikan, UC konsisten mengedepankan nilai-nilai tertentu Sejak lahirnya, UC selalu menanamkan nilai-nilai yang sama Sejak dibentuk, UC tetap menjunjung nilai-nilai yang telah ditetapkan Sejak beroperasi, UC terus-menerus membangun nilai-nilai yang konsisten Sejak didirikan, UC terus memperkenalkan nilai-nilai yang sama Sejak berdiri, UC konsisten dalam menerapkan nilai-nilai tertentu Sejak pertama kali dibuka, UC tetap memegang teguh nilai-nilai yang sudah ada Sejak berdirinya, UC selalu mempertahankan nilai-nilai yang telah ditanamkanentrepreneurshipsebagai DNA pendidikan. Namun pada usia ke-19, UC menambahkan lapisan baru, yaitu teknologi generatif yang siap mendorong mahasiswa menjadi inovator yang mampu berkompetisi di tingkat global.

Rektor Universitas Ciputra, Wirawan ED Radianto, menekankan bahwa pemanfaatan AI bukan hanya sebagai tambahan, tetapi langkah penting dalam mempersiapkan mahasiswa menghadapi tantangan di masa depan.

"Pada usia ke-19, UC melangkah lebih jauh dengan menjadikan AI generatif sebagai alat wajib bagi mahasiswa. Kami berharap mahasiswa UC terbiasa menggunakan AI dalam belajar, mencipta, dan berinovasi. Ini merupakan lompatan besar bagi pendidikan Indonesia," ujar Irawan dalam pernyataannya, Rabu (24/9).

Ia menyatakan UC menerapkan konsep trilling of entrepreneurship.Ini adalah pendekatan wirausaha yang menggabungkan tiga unsur, yaituperjalanan belajar kewirausahaan, penelitian dummy dan layanan masyarakat,serta pemanfaatan komersial. Tujuannya adalah menciptakan sistem pendidikan kewirausahaan yang nyata, menyeluruh, dan berkelanjutan.

Lewat aspek Entrepreneurial Learning Journey,Mahasiswa mengikuti proses pembelajaran yang berlandaskan pengalaman nyata, bukan simulasi. Mereka melakukan interaksi langsung dengan klien perusahaan dan menangani masalah yang sesungguhnya.

Sementara lewat aspek Penelitian Dummy dan Layanan Masyarakat,semangat kewirausahaan diimplementasikan dalam penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Mahasiswa serta dosen diberi arahan untuk menciptakan penelitian dan kegiatan sosial yang kreatif, berguna secara akademis, sekaligus memberikan dampak nyata bagi masyarakat dan dunia industri.

Kemudian dalam aspek komersialisasi, fokusnya adalah mengubah gagasan dan inovasi menjadi produk atau layanan yang memiliki nilai ekonomi. Jalannya antara lain melalui inkubator bisnis serta pemanfaatan ledger dengan sistem kredit transfer, unit bisnis universitas yang menyelenggarakan proyek eksternal bagi dosen dan mahasiswa, serta lembaga riset dan perlindungan kekayaan intelektual (KI) untuk pencatatan serta pengelolaan paten, hak cipta, dan karya inovatif.

Ketiga aspek tersebut diperkuat melalui penggunaanArtificial Intelligence (AI). Mahasiswa diajarkan tidak hanya sebagai pengguna, tetapi juga sebagai pembuat teknologi, mulai dari konsep, perancangan, hingga pengembangan AI sesuai dengan kebutuhan proyek.

Gandeng IBM dan Apple

Perubahan ini diperkuat melalui kerja sama UC dengan IBM International. Dua mahasiswa UC baru saja mendapatkan akses khusus ke teknologi Watsonx dengan total nilai kredit waktu cloud sebesar US$ 50.000.

Watsonx menawarkan lingkungan lengkap untuk mengembangkan, melatih, dan menerapkan model kecerdasan buatan dengan aman serta terukur. Dengan akses senilai Rp775 juta per mahasiswa, mereka mampu melakukan eksperimen di bidang ilmu data, AI generatif, dan komputasi awan dalam skala yang sebelumnya sulit dicapai.

Denny Bernardus, Director Board of Executive Yayasan Ciputra Pendidikan menyatakan, kesempatan ini selaras dengan misi Universitas Ciputra dalam membentuk mahasiswa yang tidak hanya menguasai teknologi digital, tetapi juga menjadi penggerak inovasi berbasis AI.

Sebelumnya, empat mahasiswa UC juga telah memperoleh hibah internasional dari IBM untuk proyek aplikasi AI dalam bidang pertanian hingga kesehatan, yang mendapat apresiasi langsung dari Technical Leader Perangkat Lunak IBM.

 

Selain IBM, dukungan juga datang dari Apple yang akan membuka Apple Developer Academy kelima di wilayah Thamrin, Jakarta Pusat. Tiga pusat pelatihan Apple Developer Institute baru akan dibangun guna mengembangkan kemampuan pengembang, wirausaha, dan pelajar agar siap berpartisipasi dalam ekosistem aplikasi digital global.

"Apple Developer Academy berkomitmen untuk mendukung mahasiswa Indonesia agar memiliki keterampilan global di bidang pemrograman, desain, dan bisnis aplikasi. Kerja sama dengan Universitas Ciputra akan membantu melahirkan generasi wirausaha muda yang mampu bersaing dalam ekosistem digital dunia," ujar Trianggoro Wiradinata,Wakil Rektor Bidang Kepemimpinan Mahasiswa, Kemampuan Kerja, dan Kolaborasi dengan Industrisekaligus Menjabat sebagai Direktur Apple Developer Academy @UC.

Tianggoro mengatakan, saat ini, proses perekrutan untuk mentor teknologi, mentor desain, dan mentor bisnis di Apple Developer Academy sedang berlangsung dan dipastikan siap menerima kohort pertama pada Maret 2026.

 

Tidak hanya berhenti pada transformasi digital, UC juga memperluas cakupannya dengan mendirikan Universitas Ciputra Jakarta di kompleks Ciputra International, pusat bisnis Jakarta Barat. Kampus ini dibangun untuk menampung ribuan mahasiswa dengan fasilitas terkini, sekaligus menjadi pusat pendidikan dan inovasi di tengah kawasan bisnis ibu kota.

"Sejak awal, kami berkomitmen menciptakan universitas yang tidak hanya unggul dalam wirausaha, tetapi juga mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman," tutur Denny Bernardus.

Rabu, 08 Oktober 2025

Setengah Abad di Silicon Valley, Larry Ellison Buktikan Dirinya Masih Bertahan dan Bangkit di Era AI

Setengah Abad di Silicon Valley, Larry Ellison Buktikan Dirinya Masih Bertahan dan Bangkit di Era AI

D'moneyTalk - Pada usia 81 tahun, Larry Ellison, salah satu pendiri Oracle, kembali membuktikan dirinya sebagai sosok penting dalam industri teknologi global. Setelah sempat dianggap bagian dari masa lalu Silicon Valley, kini sang miliarder teknologi ini bangkit melalui transformasi Oracle ke ranah kecerdasan buatan (AI). 

Langkah itu tidak hanya menghidupkan kembali kejayaan perusahaan yang didirikannya hampir lima dekade lalu, tetapi juga sempat menempatkannya di posisi orang terkaya di dunia dengan kekayaan 400 miliar dolar AS atau sekitar Rp 6.660 triliun (kurs Rp 16.650 per dolar AS).

Kebangkitan Ellison tergambar jelas dalam sebuah pertemuan yang penuh simbolisme. Dia menghadiri makan malam di restoran Jepang Nobu, Palo Alto, bersama Elon Musk dan CEO Nvidia, Jensen Huang. 

Dalam suasana santai namun penuh kepentingan, ketiganya membahas pasokan chip GPU Nvidia yang menjadi komoditas paling dicari dalam revolusi AI.

"Saya dan Elon benar-benar seperti memohon pada Jensen agar mau menjual GPU kepada kami. 'Tolong ambil uang kami, bahkan ambil lebih banyak lagi'," ujar Ellison di hadapan para analis keuangan, seperti dilansir The Irish Times, Rabu (24/9/2025).

Menurut laporan yang sama, kisah tersebut menjadi titik balik bagaimana Ellison kembali memosisikan diri di garis depan revolusi teknologi. Jika dahulu bos Oracle itu dikenal sebagai sekutu dekat Steve Jobs, kini dia membangun aliansi baru, bahkan turut hadir di Gedung Putih bersama CEO OpenAI, Sam Altman, dalam pengumuman proyek infrastruktur AI berskala besar bernama Stargate.

Proyek itu memperkuat posisi Oracle setelah OpenAI dilaporkan melakukan pemesanan layanan senilai 300 miliar dolar AS atau sekitar Rp4.995 triliun. Pesanan masif itu membuat Oracle menjadi pusat pertumbuhan baru di Wall Street, dengan lonjakan saham yang mendongkrak kekayaan Ellison lebih dari 100 miliar dolar AS hanya dalam sepekan.

Marc Benioff, CEO Salesforce sekaligus mantan anak didik Ellison, menilai keberlanjutan kiprah gurunya begitu istimewa.

"Dia berdiri sendiri. Tidak ada yang mampu bertahan di Silicon Valley selama 50 tahun sepertinya. Orang lain mungkin tumbang, tetapi dia tetap bertahan," ujar Benioff menegaskan.

Meski sempat dinilai terlambat masuk ke bisnis komputasi awan (cloud computing) yang dikuasai Amazon, Microsoft, dan Google, Ellison justru memperlihatkan strategi berbeda.

Seorang mantan kolega menjelaskan, dia kerap menunggu hingga pasar matang sebelum melakukan langkah besar.  "Bagi Ellison, yang penting bukan menjadi yang pertama, melainkan menjadi yang terakhir bertahan," katanya.

Kini, gaya kepemimpinan Ellison juga menunjukkan pergeseran signifikan. Dari figur flamboyan yang kerap memicu kontroversi pada dekade 1990-an, tokoh veteran Silicon Valley itu bertransformasi menjadi sosok yang lebih fokus pada strategi tingkat tinggi. Posisi CEO sendiri telah lama dijalankan Safra Catz, tangan kanan Ellison yang mendampinginya sejak akhir 1990-an.

Namun, pengaruh Ellison tidak berhenti di bidang teknologi. Dia turut mendukung riset medis, khususnya terkait penyakit penuaan melalui Ellison Institute of Technology di Oxford, serta memperkuat kiprahnya di dunia hiburan bersama putranya, David Ellison, yang kini mengendalikan studio Paramount.

Dengan energi yang tak pernah surut, Ellison menegaskan dirinya bukan sekadar legenda masa lalu, melainkan sosok yang kembali relevan di tengah revolusi AI. Atau seperti yang digambarkannya sendiri, "Ini bukan soal menjadi yang pertama, melainkan menjadi orang terakhir yang tetap berdiri."