Kamis, 16 Oktober 2025

Mengubah Esai Menjadi Drama: Kuncinya adalah Eksperimen

Mengubah Esai Menjadi Drama: Kuncinya adalah Eksperimen

Oleh: Bersihar Lubis

Tidak ada tokoh antagonis maupun protagonis seperti biasanya dalam drama. Hanya menyajikan berbagai masalah satu per satu. Naskahnya diambil dari berbagai dokumen dan video. Selanjutnya, dikerjakan secara kolaboratif dan disunting setelah berbulan-bulan latihan dalam bentuk esai.

Lakon "Meja Makan Mikir-mikir" yang disutradarai oleh Munawar Lubis ini dipentaskan oleh Medan Teater di Ruang Pameran Taman Budaya Medan (TBM), pada 18 September 2025 lalu. Meskipun begitu, tata lampu, musik, dan artistik tetap tersedia.

Terdengar seseorang menyampaikan keluhan tentang lahan pertanian yang semakin berkurang. Tempat di mana anak-anak kecil biasanya bermain lumpur, kini telah berubah menjadi bangunan. Kekhawatiran terhadap ancaman kekeringan dan ketidakcukupan pasokan makanan mulai meningkat. Bayangan kematian terasa menghampiri.

Mereka merasa khawatir semua lumbung akan kosong, dan sungai-sungai tidak lagi mengalir. Tanah mulai retak. "Apakah kau siap menghadapi segala hal yang mengerikan ini?" ujar seseorang.

Sekarang, lahan pertanian berubah menjadi perumahan. Berubah menjadi pusat perbelanjaan, jalan raya, dan jalan tol. Orang-orang yang dahulu bertani, kini menjadi pekerja di kota. Meski begitu, kita bangga menyebut 'negara agraris.'

Hei, globalisasi pangan terus berkembang pesat. Impor makanan luar negeri perlu disesuaikan agar cocok dengan selera lidah masyarakat. Dampak negatifnya adalah ketergantungan pada impor yang merusak ketahanan pangan lokal.

Pemuda tidak tertarik menjadi petani. Terdapat anggapan bahwa pertanian merupakan pekerjaan yang tidak membanggakan, berisiko besar, dan pendapatan tidak stabil. Beberapa terpaksa bekerja sebagai buruh tani, tengkulak, atau pedagang beras.

Di dunia nyata, Kementerian Pertanian menetapkan target produksi sebesar 33 juta ton pada tahun 2025. Sumber lain menyebutkan angka mencapai 35,6 juta ton, jauh melebihi kebutuhan nasional yang sebesar 23,2 juta ton, sehingga berpotensi menghasilkan kelebihan pasokan.

Persediaan bahan pangan di gudang Bulog melebihi 4,2 juta ton. Namun, perubahan lahan persawahan dan menurunnya jumlah petani dapat membahayakan keamanan pangan di masa depan.

Ironis. Hasil panen melimpah. Namun harga beras tetap meningkat. Bahkan Bulog aktif melakukan Operasi Pasar Murah. Siapa yang mengatakan masalah pangan aman di negara ini? Ini, bukti bahwa pangan masih menjadi isu besar.

Ternyata makanan bukan hanya urusan perut (dan uang). Tapi berkaitan dengan bumi yang kita tempati. Petani yang bekerja keras. Air yang tenang, serta masa depan generasi muda yang gelap.

Teater Medan akan tampil dalam Festival Teater Sumatera III yang akan diadakan di Palembang pada 24-25 September mendatang. Seluruh peserta mengusung tema ketahanan pangan yang ditentukan oleh panitia festival.

Saya pikir cerita ini seperti "teater developmentalis." Membahas tentang pembangunan (artinya pertanian) melalui drama. Tidak masalah.

Saya pikir seharusnya setiap masalah demi masalah perlu diperjelas. Dari sana akan muncul penurunan tensi atau puncak ketegangan.

Setidaknya mengganti persaingan antara tokoh jahat dan tokoh utama dalam cerita drama. Untuk membuatnya lebih menarik dan menghibur.

Eksperimen demi Eksperimen

Saat diskusi diadakan setelah pertunjukan, muncul beberapa kritik. Beberapa tokoh teater mengkritik tema lakon yang tidak jelas dan berpindah-pindah. Seharusnya terdapat beberapa adegan yang dapat dipangkas.

Yang menyenangkan adalah bagaimana mempersembahkan sebuah esai – karena Munarman menjelaskan bahwa pada dasarnya mereka berusaha mengubah esai tentang makanan menjadi sebuah lakon drama.

Tidak dapat dipungkiri, teater berkembang. Berdasarkan berbagai catatan, di Gedung Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, pada 17/8/2023, Teater Garasi pernah memainkan Waktu Batu. Rumah yang Terbakar (WBRyT). Drama ini menggabungkan potongan-potongan isu global, sedangkan Medan Teater berupa potongan-potongan kasus pangan.

Saat itu, Teater Garasi menampilkan kombinasi teknik seni terkini. Oh, nama-nama tokoh dalam WBRyT bercampur antara tokoh fiksi dan nyata. Tidak seketat peran aktor-aktor dalam pertunjukan realisme.

Teater Garasi bahkan memainkan, mengolok-olok, dan bermain-main dengan batas antara seorang aktor dan bukan aktor.

Hal itu terwujud melalui penggunaan teknik perekaman video di atas panggung. Dengan fokus pada perbuatan para pemainnya, hasilnyashootkamera kemudian ditampilkan di layar-layar yang dipasang di bagian panggung dalam.

Penonton mengamati tiga hal secara bersamaan: para pemain dengan peran tertentu, kamerawan yang mengarahkan lensa kamera ke arah pemain, serta tayangan hasil rekaman tersebut di layar.

Tidak diragukan lagi, Waktu Batu menampilkan visualisasi yang penuh dengan tumpukan, benturan budaya, dan gambar kerusakan lingkungan. Ini adalah pertunjukan lintas media yang menggabungkan teater, sinematografi, dan video game tentang duka ekologis.ecological grief).

Sutradara Yudi Ahmad Tajudin menciptakan pencapaian baru. Secara ringkas, sepanjang pertunjukan penon ton dibawa keluar-masuk dari satu topik ke topik lainnya, serta tata panggung dan musik yang beragam.

Bahkan penonton terkejut saat teknik visualisasi dan pengaturan cahaya ditampilkan di lantai serta dinding panggung.

Namun meskipun terlihat saling tumpang tindih, berbagai unsur seni di panggung tidak saling bertentangan. Penonton tetap mampu mengamati kehandalan para pemain dalam menguasai ruang serta alat-alat peraga sebagai dasar dari pertunjukan mereka. Suara yang keras dan jelas meskipun para pemain berbaring dan berguling-guling.

Mungkin inilah percobaan teater dengan pendekatan baru yang dilakukan oleh Teater Garasi. Mungkin pertunjukan "Meja Makan Mikir-Mikir" bisa terus melakukan eksperimen setelah tampil di Palembang.

Pesan-pesan yang terdapat dalam esai diungkapkan melalui bahasa yang menarik. Dibawakan dalam peran yang mempesona atau suara yang sesekali tinggi dan sesekali lembut.

Meskipun sudah ada, mungkin bisa diperbaiki lagi dengan tarian ala K-Pop atau Walk Moon seperti Michael Jackson. Bisa juga menggunakan Tortor Batak atau Ronggeng Melayu. Bebas saja. Tidak kalah penting, adanya rekaman video yang menjelaskan pesan-pesan dalam esai, sehingga mudah dipahami oleh penonton, terutama kalangan pemuda.

Sama sekali, selamat untuk Medan Teater. Karyamu berusaha melampaui bentuk pertunjukan teater tradisional. Tidak ada yang tabu dalam menemukan hal baru di bawah langit. Percayalah, Bro, bumi akan tersenyum.***

Seseorang yang bekerja sebagai jurnalis di Medan.