
D'moneyTalk – Banyak orang sering bertanya-tanya mengapa hubungan percintaan mereka berjalan penuh drama, sulit langgeng, atau terasa toxic. Ternyata, jawabannya bisa ditelusuri jauh ke masa lalu, tepatnya pada pengalaman masa kecil yang meninggalkan trauma.
Psikiater dan konten kreator kesehatan mental, dr. Elvine Gunawan, Sp.Kj, dalam salah satu video edukasinya di TikTok menjelaskan bahwa trauma masa kecil ibarat “cetak biru” yang ikut memengaruhi pola hubungan seseorang. “Apa yang tidak diselesaikan di masa lalu akan terbawa sampai dewasa, termasuk dalam hubungan romantis,” ujarnya.
Menurut Elvine, trauma emosional bisa muncul dalam bentuk abandonment issue (takut ditinggalkan), trust issue (sulit percaya), hingga pola people pleasing (selalu berusaha menyenangkan pasangan agar tidak ditolak). Tanpa disadari, luka batin itu kemudian membentuk gaya pacaran tertentu.
Hal senada juga diungkapkan Jiemi Ardian, seorang psikolog klinis yang aktif berbagi edukasi kesehatan mental di media sosial. Dalam unggahan videonya, Jiemi menyebut bahwa anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kritik atau kurang kasih sayang sering kali kesulitan mengekspresikan emosi ketika berhubungan dengan pasangan. Hasilnya, hubungan bisa jadi penuh salah paham.
Lalu, bagaimana sebenarnya trauma masa kecil memengaruhi gaya pacaran?
Pola Hubungan yang Terbentuk
Berdasarkan rangkuman diskusi di kanal Greatmind bersama sejumlah pakar, ada beberapa pola yang sering terlihat:
-
Avoidant (menghindar). Orang dengan trauma penolakan di masa kecil cenderung menjaga jarak dengan pasangan, sulit terbuka, dan menghindari konflik.
-
Anxious (cemas berlebihan). Mereka yang tumbuh dengan pola asuh tidak konsisten kerap takut ditinggalkan. Akibatnya, mereka jadi mudah cemburu, menuntut kepastian, atau sering merasa tidak cukup dicintai.
-
Disorganized (campuran). Gaya ini muncul dari pengalaman masa kecil yang penuh kekerasan atau ketidakstabilan. Hubungan yang dijalani terasa naik-turun, penuh tarik-ulur, bahkan bisa berubah toxic.
-
Secure (aman). Meski jarang, ada juga individu yang mampu membangun gaya pacaran sehat. Biasanya karena mereka berhasil melakukan proses penyembuhan atau mendapat dukungan positif di kemudian hari.
Menurut dr. Elvine, kunci pentingnya adalah kesadaran diri. “Seseorang perlu mengenali pola hubungan yang dijalani. Dari situ, mereka bisa mulai memperbaiki dengan cara yang sehat,” jelasnya.
Dampak Jangka Panjang
Jika tidak diatasi, trauma masa kecil bisa memicu hubungan yang tidak stabil, penuh konflik, bahkan kekerasan emosional. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menurunkan kepercayaan diri dan memengaruhi kesehatan mental.
Konten edukasi yang diunggah akun Bloom Media di TikTok menekankan pentingnya proses inner healing. Menghadapi trauma bukan berarti melupakan masa lalu, melainkan berdamai dengan pengalaman tersebut agar tidak terus terbawa dalam hubungan.
Bagaimana Cara Mengatasinya?
Para pakar menekankan beberapa langkah sederhana yang bisa mulai dilakukan:
-
Kenali Pola Diri Sendiri
Sadari apakah kamu sering merasa takut ditinggalkan, sulit percaya, atau justru menghindari kedekatan.
-
Komunikasi dengan Pasangan
Buka pembicaraan jujur tentang perasaan dan kebutuhanmu. Dengan komunikasi sehat, pasangan bisa lebih memahami latar belakangmu.
-
Cari Dukungan Profesional
Jika trauma terasa berat, jangan ragu menemui psikolog atau psikiater. Menurut dr. Elvine, terapi kognitif-perilaku (CBT) bisa membantu mengubah pola pikir negatif yang terbentuk sejak kecil.
-
Bangun Pola Hubungan Baru
Latih diri untuk menciptakan hubungan yang aman, saling percaya, dan penuh respek.
Dengan langkah-langkah tersebut, seseorang bisa keluar dari siklus trauma dan mulai membangun hubungan yang lebih sehat.
Kesadaran Adalah Kunci
Trauma masa kecil memang bukan sesuatu yang bisa dihapus begitu saja. Namun, kesadaran akan pengaruhnya dalam gaya pacaran dapat menjadi langkah awal untuk memperbaiki diri. Seperti dikatakan dr. Elvine, “Masa lalu tidak bisa diubah, tapi kita bisa memilih cara baru untuk menjalaninya di masa depan”.
Setiap orang membawa cerita masa kecilnya masing-masing ke dalam hubungan yang dijalani saat dewasa. Ada yang penuh kasih sayang, ada pula yang menyisakan luka. Namun, penting untuk memahami bahwa masa lalu tidak menentukan segalanya. Dengan kesadaran diri, dukungan pasangan, serta bantuan profesional, pola hubungan yang semula tidak sehat bisa diperbaiki. Pada akhirnya, hubungan yang sehat dan bahagia bukan ditentukan oleh trauma masa lalu, melainkan oleh usaha bersama untuk tumbuh dan saling memahami.