Penggugat yang terdiri dari Forum Kepala Sekolah SMA Swasta (FKSS) Provinsi Jawa Barat, Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kabupaten Garut, dan Kota Sukabumi mencabut gugatan perkara tata usaha negara dengan nomor register perkara 121/G/2025/PTUN.BDG, yang objek sengketanya adalah Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 mengenai Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah ke Jenjang Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat.
Wewenang hukum organisasi sekolah swasta sebagai penggugat, Alex Edward menyampaikan, Disdik Jabar telah menerima sejumlah poin gugatan yang sebelumnya diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Kesepakatan mulai berlaku pada Senin 25 Agustus 2025.
"Ada kesepakatan yang berlaku dalam jangka pendek dan panjang. Jangka pendek fokus pada proses pemantauan lulusan SMP yang belum terdaftar atau tidak melanjutkan sekolah, karena intinya kami mendukung program PAPS. Selanjutnya, untuk jangka panjang, sekolah swasta akan dilibatkan dalam penerimaan siswa baru untuk tahun ajaran 2026-2027," ujar Alex.
Alex mengatakan, gugatan akan ditarik dalam satu hingga dua hari mendatang. Mengenai Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang paling lambat dikirim pada 31 Agustus 2025, menurut Alex, Disdik Jabar akan mengirim surat kepada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk memperpanjang waktu pengisian Dapodik.
Alex menyebutkan, beberapa poin yang telah disepakati antara lain, mekanisme pelacakan siswa SMP yang tidak diterima di sekolah negeri dan putus sekolah akan diarahkan ke sekolah swasta. Selanjutnya, Pemprov Jabar berkomitmen melibatkan sekolah swasta dalam proses penerimaan dan penilaian kebijakan penanganan anak yang putus sekolah.
Puas
Ketua Umum Forum Kepala Sekolah SMA Swasta (FKSS) Jawa Barat, Ade D Hendriana, mengungkapkan kepuasannya terhadap kesepakatan yang telah tercapai. Ia berharap, di masa mendatang, terjalin kemitraan yang lebih baik antara sekolah swasta dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, khususnya dalam hal penerimaan siswa baru.
"Yang terpenting, anak-anak yang belum melanjutkan sekolah, sebaiknya masuk ke sekolah swasta terlebih dahulu. Dapodik menghitungnya berdasarkan batas waktu untuk bantuan-bantuan. Jadi, sambil menunggu, cukup masuk ke sekolah dulu," kata Ade.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Purwanto mengatakan, kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Jabar. Selanjutnya, kesepakatan terkait pemantauan siswa lulusan SMP yang belum mendapatkan tempat sekolah akan diarahkan ke sekolah swasta, menurut Purwanto, akan dilakukan dengan membentuk tim khusus dari masing-masing pihak.
Berdasarkan data, terdapat 507.581 siswa di Jawa Barat yang saat ini belum dapat diterima di sekolah negeri. Mereka nantinya akan dialihkan untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah swasta.
Pihak Pengacara Jabar Istimewa Jutek Bongso menyampaikan, selama ini, dalam rangka memutus rantai putus sekolah, Pemprov Jabar telah menyalurkan beasiswa sebesar Rp 623 miliar setiap tahun. Namun, beasiswa tersebut tidak tepat sasaran karena jumlah siswa yang putus sekolah tidak mengalami penurunan.
Jadi, kata Jutek, ke depan, beasiswa ini perlu tepat sasaran. Karena, baik sekolah swasta maupun Pemprov Jawa Barat sama-sama menginginkan memutus rantai anak yang putus sekolah.
Jutek mengatakan, terdapat tiga poin kesepakatan perdamaian yang dihasilkan oleh forum sekolah swasta dan Pemprov Jabar. Pertama, sekolah swasta akan dilibatkan dalam proses tersebut. Pemprov Jabar juga meminta sekolah swasta bertanggung jawab dan tidak diperbolehkan melakukan pungutan, khususnya ketika sudah menerima beasiswa.
Kedua, pemantauan siswa yang putus sekolah akan dilakukan oleh Pemprov Jabar dan forum sekolah swasta. Ketiga, semangat kerja sama ini akan meningkatkan potensi pendidikan yang ada di Jawa Barat.
0 Please Share a Your Opinion.: