Kamis, 02 Oktober 2025

Ahli: Insentif Impor Mobil Listrik Sudah Cukup, Tidak Perlu Lanjutkan

Peraturan Menteri Investasi Nomor 6 Tahun 2024 bersama Nomor 1 Tahun 2024 yang mengatur pemberian insentif untuk mobil Battery Electric Vehicle (BEV) yang berstatus impor Completely Built Up (CBU), dinilai sudah memadai untuk melakukan pengujian pasar sebelum melakukan investasi.

Dalam kebijakan tersebut, perusahaan yang melakukan impor CBU dengan komitmen investasi mendapatkan penghapusan Bea Masuk sebesar 0 persen dari tarif normal yang biasanya 50 persen. Selain itu, Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) juga tidak dikenakan, yang sebelumnya harus dibayar sebesar 15 persen.

Ini memberikan kemudahan bagi produsen yang melakukan impor BEV secara besar-besaran ke pasar lokal, sehingga mampu menjual produknya dengan harga yang cukup terjangkau.

Namun, hal tersebut tidak berhenti sampai di sana. Para penerima insentif ini harus memenuhi komitmen produksi sebesar 1:1. Artinya, setiap satu unit kendaraan impor yang telah terjual hingga 31 Desember 2025 sejak masa menerima insentif, harus diganti dengan penjualan unit CKD yang sama jumlahnya, mulai dari 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027.

Menanggapi aturan sebelumnya, Riyanto, peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, berpendapat bahwa pemberian insentif impor BEV sudah memadai. Oleh karena itu, tidak perlu diperpanjang setelah masa berlakunya berakhir pada 31 Desember 2025. Hal ini karena kinerja penjualan BEV telah menunjukkan pertumbuhan yang positif.

"Import CBU (untuk BEV) sudah cukup untuk menguji pasar. Uji pasar dapat dikatakan berhasil, penjualan BEV meningkat saat insentif fiskal diberikan untuk impor CBU," kata Riyanto di gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (25/8/2025).

Selanjutnya, meskipun insentif bagi kendaraan impor berhasil meningkatkan penggunaan BEV di pasar dalam negeri, pemberian kelonggaran tersebut tidak menghasilkan dampak positif yang berantai terhadap industri pendukung, termasuk pemasok komponen dan sebagainya. Akibatnya, hal ini tidak memberikan nilai tambah.

Impactdari sektor industri (manufaktur) otomotif saya bandingkan dengan sektor perdagangan kendaraan bermotor. Jika CBU hanya menjual, karena tidak ada nilai tambah di dalam negeri selain sektor perdagangannya," tambahnya.

"Setiap 1 pekerja di industri otomotif secara keseluruhan setara dengan menambah 4 pekerja di sektor industri lain. Sementara itu, jika hanya menjual mobil (sistem impor CBU, bukan perakitan lokal), setiap penambahan 1 pekerja hanya akan meningkatkan sekitar 0,25 di sektor industri lain," jelas Riyanto.

Hal ini tentu bukan berita baik bagi perusahaan industri pendukung, termasuk komponen-komponen kendaraan konvensional yang saat ini telah memiliki ekosistem yang terbentuk akan mengalami gangguan.

Riyanto juga menjelaskan risiko jika insentif untuk kendaraan BEV impor tetap berlanjut. Menurutnya, hal ini akan menyebabkan ketidakpuasan para pabrikan yang juga menjual mobil listrik, namun telah menginvestasikan dana dalam jumlah besar.

Jika dipertimbangkan kembali, perusahaan yang telah melakukan investasi pasti merasa tidakfair. Jika diperpanjang, pasti terasa tidak adil dan tidak konsisten, sehingga berdampak pada kredibilitas kebijakan," katanya.

Selain itu, Riyanto mengusulkan Kementerian Perindustrian agar menjelaskan secara transparan besaran keuntungan serta biaya yang harus dikeluarkan pemerintah dalam program insentif BEV impor.

Agar terlihat untung rugi secaraclear, benefit dan costprogram impor ini coba dijelaskan. Jangan lupa juga dampak terhadap perekonomian, dampak terhadap industri komponen kita. Artinya, kita melihat secara keseluruhan secara menyeluruh," katanya.

"(Insentif) BEV impor sebaiknya dihentikan saja, tunggu hingga aturan berakhir (31 Desember 2025), nanti kembali ke kondisi biasanya," tutup Riyanto.

Penikmat relaksasi impor BEV

Paling sedikit, terdapat enam perusahaan yang mengalami manfaat dari insentif impor CBU kendaraan listrik. Pertama adalah PT National Assemblers yang menjadi pusat perakitan dari Indomobil Group. Perusahaan ini mengelola produksi beberapa merek, seperti Citroen, Aion, Maxus, dan VW.

Selanjutnya, rencana investasi yang akan diterima dari National Assemblers sebesar Rp 621,15 miliar, meliputi empat merek yang terdaftar. Kapasitas produksinya diperkirakan meningkat sebesar 61 ribu unit per tahun.

PT BYD Motor Indonesia menjadi penerima insentif Impor BEV CBU dengan rencana investasi terbesar sebesar Rp 11,2 triliun, yang akan menghasilkan 150 ribu unit per tahun.

Selanjutnya, PT Vinfast Automobile Indonesia melakukan pembangunan pabrik baru dengan besaran investasi sebesar Rp 3,5 triliun. Fasilitas yang terletak di Subang, Jawa Barat ini direncanakan mampu menampung produksi maksimal sebanyak 50 ribu unit setiap tahunnya.

Selanjutnya, PT Geely Motor Indonesia, PT Era Industri Otomotif untuk Xpeng, serta PT Inchcape Indomobil Energi Baru untuk GWM Ora juga mendapatkan pengurangan aturan serupa.

Impor mobil naik signifikan

Angka impor mobil CBU pada Juli 2025 yang dirilis oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencapai 15.092 unit, meningkat sebesar 42 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang berjumlah 10.606 unit.

Selanjutnya, jika dibandingkan dengan Juli 2024 secara year on year, angkanya meningkat 45 persen dari 10.358 unit. Sejalan dengan hal tersebut, periode Januari-Juli 2025 mengalami peningkatan signifikan menjadi 76.755 unit, naik 50 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 50.932 unit.

Angka impor pada Juli 2025 menjadi yang terbesar dalam tujuh bulan pertama tahun ini. Bahkan, mengalami peningkatan paling besar dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.

Kembali ke awal tahun, perkembangan jumlah impor CBU kendaraan roda empat terlihat tidak stabil. Dua bulan pertama tahun 2025 mengalami kenaikan sebesar 38 persen dibandingkan 9.031 unit pada Januari, menjadi 12.502 unit pada Februari.

Kemudian turun pada bulan Maret dengan angka 11.241 unit, dan mencapai titik terendah pada April 2025 dengan jumlah impor sebanyak 8.965 unit.

Mulai bulan Mei 2025, jumlahnya kembali meningkat, dari 9.319 unit menjadi 10.606 unit pada bulan Juni, dan mencapai puncaknya pada bulan ketujuh tahun 2025 sebanyak 15.092 unit.

0 Please Share a Your Opinion.: