
JURNAL GAYA - Pada perayaan Hari Tani Nasional 2025, Pemerintah Kota Bandung secara resmi meluncurkan Rencana Induk Ketahanan Pangan 2025–2030 serta memperkenalkan aplikasi pengelolaan sampah makanan. Dua inisiatif ini diharapkan menjadi langkah penting dalam memperkuat kemandirian pangan kota serta menghadapi tantangan global terkait krisis pangan.
Ketersediaan Pangan Sebagai Dasar Kedaulatan Negara
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menekankan pentingnya ketersediaan pangan dalam mempertahankan kestabilan negara.
"Tanpa ketersediaan pangan yang stabil, ancaman terhadap negara akan semakin meningkat. Oleh karena itu, Bandung perlu menyusun rancangan pangan yang berkelanjutan," kata Farhan.
Ia menjelaskan bahwa rencana induk ketahanan pangan akan menjadi panduan menyeluruh untuk berbagai program pangan dan pertanian di Kota Bandung. Mulai dari perlindungan lahan pertanian, pemanfaatan teknologi mutakhir, hingga sistem pendistribusian pangan yang lebih terencana.
"Ini bukan proyek yang hanya berlangsung satu tahun, melainkan arah strategis yang harus dipertahankan," tambahnya.
Bandung bergantung pada pasokan dari luar wilayah
Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung,Gin Gin Ginanjar, menyatakan bahwa kota besar seperti Bandung memiliki batasan dalam menghasilkan makanan sendiri.
"Kota Bandung bukan penghasil, 96 persen kebutuhan pangan kita berasal dari luar. Oleh karena itu, kita perlu memiliki desain yang terpadu agar pasokan tetap terjaga," katanya.
Rencana induk pangan 2025–2030 dibuat untuk memastikan Bandung memiliki panduan yang jelas dalam menjaga ketersediaan pasokan, sekaligus menghadapi perubahan harga dan distribusi makanan di masa mendatang.
Inovasi Aplikasi Food Waste
Selain rencana strategis ketahanan pangan, Pemkot Bandung juga memperkenalkan aplikasi pengelolaanfood wasteyang diharapkan menjadi cara kreatif dalam memanfaatkan sisa makanan. Dengan menggunakan aplikasi ini, hotel, restoran, hingga keluarga dapat mendistribusikan makanan yang tersisa kepada kelompok masyarakat yang memerlukan.
"Makanan sisa yang masih bisa dikonsumsi dapat dialihkan kepada masyarakat yang memerlukan, sedangkan yang tidak layak dapat diolah menjadi pupuk organik. Aplikasi ini berawal dari kolaborasi dengan Unpar (Universitas Katolik Parahyangan) dan komunitas setempat," ujar Gin Gin.
Tindakan ini tidak hanya mengurangi jumlah sampah makanan di kota, tetapi juga memberikan kesempatan untuk munculnya sistem ekologis baru dalam penggunaan pangan yang berkelanjutan.
Data dan Tantangan Ketersediaan Pangan Bandung
Berdasarkan data DKPP, indeks ketahanan pangan Kota Bandung pada tahun 2023 telah mencapai90,46, lebih tinggi dibandingkan rata-rata Jawa Barat. Namun, beberapa tantangan masih menghantui, seperti kasus gizi buruk, ketergantungan besar terhadap pasokan dari luar wilayah, serta tingginya angka pemborosan makanan di perkotaan.
Dengan rencana induk dan aplikasi baru ini, Pemkot Bandung berupaya mengatasi permasalahan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa kota metropolitan mampu menjaga ketahanan pangan melalui langkah-langkah kreatif dan terpadu.
Kolaborasi Jadi Kunci
Wali Kota Farhan menekankan bahwa keberhasilan program ini memerlukan kerja sama dari berbagai sektor. Pemerintah kota, universitas, masyarakat, pengusaha, serta warga umum diharapkan bisa terlibat secara aktif.
"Ketahanan pangan memerlukan kerja sama. Bandung perlu menjadi contoh bahwa kota besar mampu mencapai kemandirian pangan melalui kolaborasi, efisiensi, dan inovasi," ujarnya.
Peluncuran rencana induk pangan dan aplikasi pengurangan pemborosan makanan dalam perayaan Hari Tani Nasional 2025 diharapkan menjadi awal dari perubahan signifikan dalam pengelolaan pangan di Kota Bandung. Dengan pendekatan yang strategis dan pemanfaatan teknologi digital, Bandung berkomitmen untuk menjadi kota yang lebih tangguh menghadapi ancaman krisis pangan di masa depan.
0 Please Share a Your Opinion.: