
D'moneyTalk, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Firnando Ganinduto menyoroti kondisi harga beras yang masih tinggi di tengah stok nasional yang melimpah, yaitu mencapai sekitar 4,2 juta ton pada awal Agustus 2025.
Menurutnya, fenomena ini menjadi paradoks dalam tata kelola pangan nasional yang harus segera dibenahi.
“Surplus beras seharusnya menjadi jaminan ketersediaan dan kestabilan harga, tetapi kenyataannya, di lapangan harga justru menembus di atas HET (Harga Eceran Tertinggi). Artinya, ada persoalan serius pada distribusi dan pengawasan,” ujar Firnando dalam keterangannya, Senin (25/8).
Lebih lanjut, Firnando menegaskan persoalan beras di Indonesia bukan lagi terletak pada produksi, melainkan pada tata kelola distribusi dan rantai pasok yang masih lemah.Dia menyoroti dua masalah klasik yang terus berulang: (1) distribusi tidak efisien yang membuat surplus menumpuk di sebagian wilayah sementara daerah lain menghadapi harga tinggi, dan (2) praktik perantara serta manipulasi harga melalui penimbunan stok yang menciptakan kelangkaan semu.
Dengan rantai distribusi yang panjang dan tidak terkendali, harga beras di tingkat konsumen pun kian melambung.
“Pemerintah tidak boleh membiarkan praktik seperti ini terus terjadi karena jelas merugikan rakyat,” tegasnya.
Firnando menilai program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang dijalankan BULOG sudah tepat sebagai solusi jangka pendek.Melalui distribusi ke pasar tradisional, ritel modern, hingga Rumah Pangan Kita (RPK), intervensi ini efektif menekan gejolak harga.
Kebijakan ini harus didukung dengan analisis tentang pengendalian stok pangan oleh BULOG berapa jumlah stok yang harus ada di gudang dan berapa yang dilepas ke pasar agar HET benar-benar tercapai di tingkat ritel.
Dia mendorong adanya parameter rilis harian/mingguan yang transparan dan terukur, sehingga intervensi pasar tepat sasaran.Namun, intervensi BULOG saja tidak cukup. Kementerian Perdagangan (Kemendag) perlu mengambil peran lebih besar dalam pengawasan rantai pasok beras secara menyeluruh.
“Pengawasan harga dan stok harus dilakukan secara transparan. Jika terjadi lonjakan harga lebih dari 5% dalam waktu singkat, pemerintah wajib segera turun tangan. Penegakan HET juga tidak boleh sekadar imbauan, tetapi harus ada tindakan tegas,” ujar politikus Fraksi Golkar tersebut.
Kolaborasi Lintas Sektor
Firnando mendorong sinergi BULOG, Kementerian Perdagangan, dan pemerintah daerah untuk menjaga stabilitas beras.
“Pemerintah daerah harus memastikan jalur distribusi lancar, BULOG memperkuat cadangan intervensi, dan Kemendag memastikan pasar berjalan transparan. Semua pihak harus bergerak bersama,” tambahnya.
Komitmen DPR RI
Sebagai mitra kerja pemerintah di bidang perdagangan dan BUMN, Komisi VI DPR RI berkomitmen memperkuat fungsi pengawasan sekaligus mendorong regulasi yang berpihak pada masyarakat.
“Komisi VI DPR akan terus mengawal agar tata kelola beras lebih efisien, transparan, dan adil. Surplus beras harus menjadi berkah bagi rakyat, bukan paradoks yang merugikan konsumen maupun petani,” ujar Firnando.(fri/jpnn)
0 Please Share a Your Opinion.: