Selasa, 07 Oktober 2025

Psikologi Ungkap Alasan Kita Sulit Berhenti Scrolling Media Sosial Meski Tahu Dampaknya untuk Otak dan Emosi

D'moneyTalk – Scrolling media sosial tanpa henti kini menjadi kebiasaan sehari-hari yang hampir dialami semua orang. Mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur malam, jari-jemari seakan tidak bisa lepas dari layar ponsel. Pertanyaannya, mengapa kebiasaan ini begitu sulit dihentikan? Apa yang sebenarnya terjadi dalam pikiran dan emosi manusia saat melakukan scrolling?

Menurut laporan Washington Post, kebiasaan ini erat kaitannya dengan cara kerja otak. Saat seseorang menemukan konten yang menarik di media sosial, otak melepaskan dopamin, hormon yang memberi rasa senang. Dopamin inilah yang membuat seseorang terdorong untuk terus menggulir layar mencari kesenangan baru, sama seperti ketika orang makan makanan favorit atau mendapatkan hadiah.

Psikolog Jiemi Ardian lewat akun TikTok-nya menjelaskan bahwa kebiasaan scrolling bisa menjadi semacam “pelarian instan” dari rasa bosan, cemas, atau stres. Alih-alih menghadapi emosi tidak nyaman, orang cenderung mencari hiburan cepat melalui video singkat atau postingan yang menghibur. Semakin sering dilakukan, semakin kuat pula kebiasaan ini terbentuk karena otak belajar bahwa scrolling bisa memberi sensasi lega meskipun hanya sesaat.

Fenomena ini tidak hanya dialami orang Indonesia. Sebuah konten dari akun @unmasking.human menyebutkan bahwa pola scrolling media sosial bisa disejajarkan dengan kebiasaan kompulsif. Sama seperti seseorang yang tidak sadar menggigit kuku, scrolling juga sering terjadi tanpa kendali. Inilah alasan banyak orang kerap kehilangan waktu produktif hanya untuk melihat layar ponsel berjam-jam.

Ahli pendidikan dari akun @newronedu menambahkan, algoritma media sosial juga berperan besar dalam memperkuat perilaku ini. Sistem rekomendasi yang pintar akan terus menampilkan konten sesuai minat pengguna. Setiap kali konten baru muncul, otak mendapat “kejutan kecil” yang menambah rasa penasaran. Kombinasi antara dopamin dan algoritma inilah yang membuat kebiasaan scrolling sulit dihentikan.

Konten serupa juga dibagikan oleh Raymond Chins di TikTok. Ia menyebut bahwa kebiasaan scrolling bisa menciptakan ilusi produktivitas. Seseorang merasa sudah mendapatkan banyak informasi atau pengetahuan hanya dengan menonton video singkat, padahal tidak semua informasi tersebut benar-benar bermanfaat. Akibatnya, orang sering terjebak dalam information overload yang justru membuat otak lelah.

Motivator Merry Riana dalam salah satu videonya menyoroti sisi lain dari scrolling media sosial. Menurutnya, kebiasaan ini sering menjadi distraksi terbesar dalam keseharian, terutama bagi generasi muda yang sedang merintis karier atau pendidikan. Alih-alih fokus menyelesaikan pekerjaan, mereka lebih memilih menunda dengan alasan “scroll sebentar lagi.” Dari kebiasaan menunda inilah, produktivitas bisa menurun drastis.

Psikolog Dra. Yuli Suliswidiawati menyebut kebiasaan scrolling tidak selalu buruk jika dikelola dengan baik. Media sosial bisa menjadi sarana hiburan, edukasi, bahkan motivasi. Namun masalah muncul ketika penggunaan sudah berlebihan dan tidak terkendali. Ketika seseorang mulai kehilangan fokus, sering menunda pekerjaan, hingga merasa cemas jika tidak memegang ponsel, maka tanda-tanda social media addiction patut diwaspadai.

Lalu, bagaimana cara mengatasinya? Beberapa ahli sepakat bahwa kesadaran diri menjadi kunci utama. Membatasi waktu penggunaan, mematikan notifikasi, hingga mengganti aktivitas dengan hal yang lebih bermanfaat bisa membantu. Jiemi Ardian bahkan menyarankan teknik sederhana seperti “pomodoro” untuk mengatur durasi penggunaan media sosial agar tetap seimbang.

Fenomena scrolling media sosial bukan sekadar kebiasaan modern, tetapi juga cermin bagaimana otak manusia bekerja merespons kesenangan instan. Selama pengguna bisa mengelola waktu dan kebutuhan emosionalnya dengan baik, media sosial tetap bisa menjadi bagian positif dalam kehidupan sehari-hari. Namun jika tidak terkendali, kebiasaan ini justru bisa menggerus kesehatan mental dan produktivitas.

0 Please Share a Your Opinion.: