Senin, 06 Oktober 2025

KontraS Beberkan Dugaan Kekerasan Seksual terhadap Massa yang Ditangkap

D'moneyTalk, SURABAYA – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya menyampaikan bahwa massa yang ditangkap pasca aksi unjuk rasa berujung kerusuhan pada akhir Agustus 2025 di Surabaya, diduga mengalami tindakan penganiayaan hingga kekerasan seksual oleh aparat kepolisian.

KontraS Surabaya mengungkapkan dugaan-dugaan tersebut lewat sebuah video pendek yang berisi kesaksian 2 korban yang ditangkap oleh polisi, tetapi kemudian dibebaskan karena terbukti tidak terlibat dalam peristiwa tersebut. 

Korban pertama, Warno (bukan nama sebenarnya), mengaku bahwa dirinya menerima penganiayaan fisik ketika digiring aparat dan menjalani proses pemeriksaan di Mapolrestabes Surabaya.

Dia juga menyebut perilaku serupa juga dialami sekitar ratusan orang lainnya yang sama-sama ditangkap dan diringkus.

"Selang, tongkat, sabuk dipukulkan ke punggung berkali-kali. (Jumlah orang yang mendapat tindak penganiayaan) sekitar 150-an," ucap Warno dalam cuplikan rekaman video yang diputar KontraS Surabaya, Rabu (24/9/2025).

Korban kedua, Warni (bukan nama sebenarnya), juga menjelaskan secara spesifik dugaan perilaku kekerasan seksual yang dialaminya.

Dia mengaku dipaksa aparat kepolisian untuk mengoleskan balsam terhadap alat vitalnya saat menjalani tes urine.

Praktik tersebut, ujarnya, juga dilakukan secara bergantian bersama-sama dengan mereka yang ditangkap polisi. 

"Ketika tes urine, alat kelamin kita dikasih balsam. Gantian saya ngasih balsam duluan (kemudian bergiliran). Anak-anak (dipaksa) 'ayo kencing ayo kencing', terus misal kencingnya cuma satu tetes dua tetes, langsung disikat (dipukul)," papar Warni. 

Terkait dugaan tindakan kekerasan seksual tersebut, Kabiro Kampanye HAM KontraS Surabaya, Zaldi Maulana, menyebut bahwa hal itu terjadi terhadap Warni dan sekitar 19 orang lainnya yang ditangkap.

"Jadi untuk teknisnya itu, satu anak Si A (dipaksa) memberikan balsam kepada Si B, kemudian Si B memberikan balsam kepada si A secara bergantian gitu. Selain itu, juga enggak boleh kalau semisal kelihatan ngasih balsam itu sedikit, jadi harus banyak gitu kan. Kemudian mereka tidak diizinkan untuk pergi ke kamar mandi," ujar dia.

Terkait dugaan tindakan kekerasan seksual yang terjadi itu, Zaldi menyatakan korban dan orang tuanya mengalami guncangan psikologis. Terlebih korban Warno yang masih berusia 18 tahun dan duduk di bangku kelas XII SMK. 

"Untuk langkah hukum, kami belum memutuskan, karena itu hak keputusan korban. Sampai hari ini kami masih terus berkoordinasi dengan orang tua sebab kondisinya ini belum stabil masih ada rasa ketakutan," sebut Zaldi. 

KontraS Surabaya pun mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk segera menghentikan tindakan penangkapan massal, membebaskan seluruh tahanan, menghormati hak memilih penasihat hukum independen, dan menghentikan narasi kriminalisasi anarkisme.

Mereka juga meminta kepada pemerintah untuk menegakkan penuh UU SPPA dan prinsip diversi bagi anak. Selain itu mendorong Komnas HAM, KPAI, Ombudsman, hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bertindak tegas.

"Jangan diam! Segera lakukan investigasi dan jalankan fungsi dan mandat HAM. Jadikan kasus ini indikator lemahnya implementasi ICCPR, CRC, dan CAT di Indonesia," serunya.

Sementara itu, saat dikonfirmasi Bisnis, Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP Rina Shanty Dewi Nainggolan enggan berkomentar lebih jauh mengenai dugaan tindakan kekerasan seksual yang dilakukan aparat terhadap massa aksi yang ditangkap tersebut.

0 Please Share a Your Opinion.: