Kamis, 09 Oktober 2025

Kemampuan Komunikasi Publik Pejabat Pemerintah

Kemampuan Komunikasi Publik Pejabat Pemerintah

Secara sederhana, komunikasi publik bisa diartikan sebagai proses penyampaian pesan dari satu pihak kepada masyarakat luas. Tujuannya adalah membentuk pendapat, menyampaikan informasi, atau memengaruhi tingkah laku masyarakat agar mendapatkan respons yang positif. Berbeda dengan komunikasi antar pribadi yang bersifat pribadi, komunikasi publik terjadi di ruang terbuka dan melibatkan audiens yang beragam, baik secara demografis maupun ideologis.

Proses ini bisa dilakukan melalui berbagai jenis media, baik yang tradisional maupun modern seperti televisi, radio, jejaring sosial, atau forum umum. Terkadang juga dimanfaatkan oleh tokoh masyarakat, lembaga pemerintah, organisasi, atau aktivis dalam menyampaikan gagasan, kebijakan, atau ajakan untuk berpartisipasi.

Komunikasi publik yang dilakukan pemerintah dengan nuansa politik perlu disusun secara strategis, jujur, dan berfokus pada kepentingan masyarakat. Setiap pernyataan dari pejabat negara memiliki makna politik, sehingga gaya bahasa dan isi pesan tidak boleh hanya bersifat retoris atau sekadar untuk membangun citra.

Komunikasi seperti ini harus didasarkan pada data yang dapat diverifikasi, menggunakan bahasa yang bersifat inklusif, serta menghindari istilah-istilah yang bersifat memecah belah atau memperkuat perpecahan. Terlebih lagi, masyarakat saat ini semakin sadar akan politik dan memiliki akses yang luas terhadap informasi, sehingga komunikasi yang tidak hati-hati bisa dengan mudah menimbulkan penolakan.

  • Menteri Nusron Memohon Maaf Terkait Pernyataan Tanah yang Tidak Dimanfaatkan Akan Disita oleh Negara
  • Sri Mulyani Anggraini Mengungkapkan Pandangan tentang Kesempatan Kenaikan Gaji Pegawai Negeri Sipil Tahun Depan
  • Hasan Nasbi Gagal Mengundurkan Diri Sebagai Kepala PCO, Puan Menyentuh Hak Prerogatif Presiden

Pemerintah juga perlu mampu menyampaikan visi serta dampak kebijakan secara jelas agar masyarakat memahami tujuan perubahan yang diinginkan. Tanggapan terhadap kritik dan harapan rakyat harus menjadi bagian dari cerita, bukan dihindari, karena komunikasi politik yang baik adalah komunikasi yang menciptakan ruang dialog.

Pertama-tama, komunikasi publik pemerintah harus selalu konsisten dalam hal nilai dan kepribadian, mencerminkan integritas serta komitmen terhadap keadilan sosial. Dalam konteks ini, komunikasi bukan hanya sarana menyampaikan informasi, tetapi juga alat untuk membangun kepercayaan dan legitimitas demokratis.

Saya mengumpulkan beberapa pernyataan dari pejabat yang menimbulkan kontroversi dan menunjukkan kelemahan dalam komunikasi publik. Mulai dari Hasan Nasbi yang menyatakan “kepala babi lebih baik dimasak sajaSaat merespons ancaman terhadap media; Sri Mulyani mengajukan pertanyaan apakah gaji guru dan dosen sepenuhnya menjadi tanggungan pemerintah; Nusron Wahid menyatakan bahwa tanah tidak dimiliki individu, melainkan oleh negara; Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa peristiwa Mei 1998 bukanlah pelanggaran HAM yang berat; hingga Natalius Pigai yang menyarankan peningkatan anggaran kementerian dari Rp 64 miliar menjadi Rp 20 triliun. Ada juga Yandri Susanto yang memakai kop dan stempel resmi Kementerian Desa untuk undangan pribadi acara haul orang tuanya. Semua hal ini menunjukkan bahwa komunikasi publik belum menjadi prioritas utama dalam birokrasi.

Pertanyaannya adalah, mengapa banyak pejabat publik kurang memahami komunikasi publik secara etis dan penerapannya di lapangan? Apakah karena mereka cenderung memandang komunikasi hanya sebagai prosedur administratif belaka? Padahal, kami para pengajar komunikasi menyadari bahwa komunikasi publik yang dilakukan oleh pejabat negara merupakan bagian dari komunikasi politik yang bersifat resmi dan strategis, bertujuan untuk menciptakan kepercayaan serta legitimasi di mata masyarakat.

Komunikasi publik bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh dan dijawab dengan santai, seperti pertanyaan "lemari apa yang kalian pakai hari ini?dalam konten "Citayam Fashion Week."Atau secara sederhana disebut "anak jaksel", yang bertanya "Jadi, bagaimana suasana hari ini?Hanya ingin bertanya mengenai kegiatan hari ini.

Semua orang tahu, isu yang serius, terutama yang bersifat politik, memerlukan jawaban yang bertanggung jawab, berdasarkan data, serta etis. Bahkan untuk isu yang sifatnya ringan, pejabat negara sebaiknya tetap merespons dengan sopan, komunikatif, sesuai konteks, dan tetapfriendlyatau jawaban yang hangat dan ramah.

Dalam proses komunikasi, yang diperlukan adalah umpan balik yang bersifat membangun dan meningkatkan makna. Atau mungkin, banyak kementerian belum memiliki divisi komunikasi publik yang ahli, yang mampu menciptakan narasi kuat untuk para menteri mereka. Akibatnya, tanggapan terhadap media cenderung spontan, defensif, dan tidak terencana.

Saya tidak memahami secara detail struktur birokrasi pemerintahan, namun memiliki divisi komunikasi publik di dalam kementerian merupakan kebutuhan strategis yang tidak bisa ditinggalkan. Jabatan ini sebaiknya tidak hanya diisi oleh ASN yang hanya mengerti cara menggunakan kamera, mengelola media sosial, atau menyusun pernyataan pers. Pelaku posisi ini seharusnya juga menguasai komunikasi strategis, memahami komunikasi politik, serta mampu mengubah data menjadi narasi yang sesuai dan berdampak.

Di sisi lain, para menteri juga harus menghilangkan sikap egois sebagai pejabat yang tidak terpengaruh oleh kritik, dan mulai menerima saran dari divisi komunikasi publik dengan rendah hati. Divisi ini berfungsi sebagai jembatan antara kebijakan dan masyarakat, memastikan bahwa setiap informasi yang disampaikan tidak hanya benar, tetapi juga mudah dipahami, diterima, serta memiliki dampak sosial yang nyata.

Tanpa adanya divisi komunikasi publik yang memadai dan pejabat yang mampu berkomunikasi secara efektif, kebijakan yang baik bisa gagal akibat kesalahpahaman, interpretasi yang salah, atau bahkan penolakan dari masyarakat yang sebenarnya dapat dihindari melalui narasi yang tepat. Dampaknya tidak hanya merugikan kementerian terkait, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.

Kita perlu selalu mengingat bahwa masyarakat Indonesia kini hampir mencapai 290 juta jiwa, dengan tingkat keragaman yang sangat besar—tidak hanya dalam hal budaya, agama, dan etnis, tetapi juga dalam cara berpikir serta pandangan politik. Perbedaan latar belakang pendidikan, akses terhadap informasi, serta pengalaman sejarah dan lokalitas membentuk perspektif yang beragam terhadap isu-isu sosial dan kebijakan publik.

Departemen komunikasi publik juga bertugas menjaga keseragaman pesan, menciptakan citra lembaga, serta merespons perubahan sosial dan kritik dengan pendekatan yang konstruktif. Dalam konteks politik, komunikasi publik bukan hanya tentang menyampaikan informasi, tetapi bagian dari penguatan otoritas dan proses demokratisasi. Departemen ini harus mampu merancang narasi yang inklusif, penuh empati, dan berdasarkan data, serta menyesuaikan gaya komunikasi sesuai dengan karakter audiens yang beragam. Di era digital, divisi ini menjadi garda terdepan dalam menghadapi penyebaran informasi palsu dan membangun kepercayaan masyarakat melalui saluran resmi maupun media sosial.

Pada akhirnya, ketidakoptimalan komunikasi publik bukanlah keadaan yang tetap dan tidak bisa diperbaiki. Justru, hal tersebut merupakan ruang strategis yang penuh dengan peluang untuk diubah kembali. Ketika komunikasi publik tidak mampu menyentuh masyarakat secara efektif, sering kali bukan karena kurangnya informasi, melainkan karena narasi yang lemah, kurangnya empati, atau tidak adanya pemahaman yang tepat terhadap audiens. Namun, semua hal tersebut dapat diperbaiki dengan pendekatan yang lebih reflektif, partisipatif, dan berbasis data. Saya teringat ucapan Paul Watzlawick:We cannot not communicate.”

Rabu, 08 Oktober 2025

Izin Masih Diproses, Proyek Kavling Kuranji Kota Serang Dihentikan Sementara

Izin Masih Diproses, Proyek Kavling Kuranji Kota Serang Dihentikan Sementara
Izin Masih Diproses, Proyek Kavling Kuranji Kota Serang Dihentikan Sementara

KABAR BANTEN- Semua kegiatan proyek pembangunan kavling siap bangun (KSB) yang dilakukan oleh PT Taktakan Jaya Properti di Lingkungan Kuranji Kidul, Kelurahan Kuranji, Kecamatan Taktakan, Kota Serang dihentikan sementara.

Sambil menunggu proses perizinan terkait tata ruang, analisis dampak lingkungan (Amdal), serta izin yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Selain itu, pihak pengembang kavling juga diminta memenuhi beberapa ketentuan tambahan, sesuai hasil musyawarah bersama masyarakat setempat. Termasuk perbaikan jalan serta kompensasi dampak negatif (KDN) yang terjadi.

Kepala Bidang (Kabid) Investasi di DPMPTSP Kota Serang, Ismetullah menyampaikan, berdasarkan peraturan yang berlaku, kegiatan proyek kavling siap bangun di Lingkungan Kuranji sementara ini dihentikan, hingga semua izin selesai.

"Sementara dihentikan sementara, hingga semua tahapan izin selesai. Terutama site plan, sebagai dasar hukum izin," katanya, Rabu 24 September 2025.

Menurut aturan yang dijelaskannya, proyek pekerjaan baru dapat dimulai setelah semua izin telah selesai diproses dan dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

Karena, izin lingkungan dari masyarakat hanya berfungsi sebagai persyaratan dan langkah awal dalam pengurusan izin resmi ke DPMPTSP Kota Serang.

Sebaiknya terlebih dahulu mendapatkan izin sebelum dapat beroperasi. Untuk ini (PT Taktakan Jaya Properti), memang sedang dalam proses tahapan tersebut. Oleh karena itu, harus melalui persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR), serta keterangan rencana kota (KRK), katanya.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Serang yang berasal dari Fraksi Gerindra, Edi Santoso, mengajukan permintaan kepada pengembang kavling untuk menghentikan seluruh kegiatan pekerjaan.

Berdasarkan kesepakatan yang dihasilkan dari musyawarah antara perusahaan dan masyarakat, termasuk dalam hal pembaruan izin lingkungan.

"Maka sekarang ini menghentikan sementara kegiatan hingga mendapatkan izin untuk keluar. Selanjutnya memperbaiki jalan yang rusak akibat proyek. Kedua belah pihak juga harus tetap berkomitmen terhadap hasil musyawarah, khususnya pengembang," katanya.

Selain itu, ia juga meminta pihak pengembang untuk menyediakan beberapa fasilitas dan mengintegrasikannya ke dalam site plan atau rencana desain pembangunan kavling.

"Termasuk tempat pemakaman umum (TPU), saluran air atau sistem drainase, serta area penyerapan airnya harus tersedia. Selanjutnya, kompensasi terhadap dampak negatif juga perlu diberikan. Jangan sampai masyarakat terkena dampaknya nanti," katanya.

Kepala Perusahaan PT Taktakan Jaya Properti, Supriyadi, mengakui bahwa pihaknya akan melakukan perubahan izin lingkungan di masyarakat sesuai dengan kesepakatan yang diperoleh dari hasil musyawarah.

Meskipun sebelumnya telah dilakukan, tetapi masih ada beberapa warga di RT 02 yang belum menyetujuinya.

"Sebenarnya hasil musyawarah sudah ada, dan tidak ada masalah bagi kami jika harus diperbaharui kembali, jika memang izin lokasi (Inlok) yang lalu dianggap salah," katanya.

Mengenai izin resmi dari pemerintah, ia menjelaskan bahwa saat ini masih dalam proses dan pihaknya baru menyelesaikan surat pernyataan hak (SPH), sebagai salah satu persyaratan untuk mengajukan izin lengkap lainnya.

Saat ini SPH sudah selesai, kami akan terlebih dahulu mengurus KRK ke Dinas PU. Setelah itu baru ke perizinan (DPMPTSP), kemudian ke BPN. Sebenarnya ini bukan perumahan, hanya kavling," katanya.

Ia juga menyatakan bahwa pihaknya melibatkan dan memperkuat peran beberapa warga Lingkungan Kuranji Kidul dalam membantu pekerjaan proyek kavling tersebut.

Ada sekitar 30 orang yang bekerja untuk membantu tugas ini. Karena ada pekerjaan di sini, maka warga setempat yang kami libatkan, tidak mungkin dari luar," katanya.

Mengenai permintaan Dewan terhadap beberapa fasilitas umum, seperti TPU, menurutnya telah disiapkan, bahkan melebihi ketentuan yang berlaku, yaitu sebesar enam persen dari 1,1 hektare lahan yang dikelola.

"Kami telah menyiapkan kuburan, sebenarnya hanya dua persen dari fisik. Tapi kami siapkan enam persen. Mengenai perawatan (jalan) itu menjadi tanggung jawab saya," katanya.

Di sisi lain, Ketua RT 02 Lingkungan Kuranji Kidul, Kelurahan Kuranji, Kecamatan Taktakan Arfad menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan kembali diskusi dengan warga terkait hasil keputusan musyawarah.

"Nanti saya akan menyampaikan kepada warga mengenai hasil musyawarah ini. Sebenarnya kami tidak keberatan dengan adanya proyek ini, tetapi warga menginginkan adanya komunikasi. InsyaAllah keputusannya nanti akan diambil oleh warga," katanya.

Sabtu, 04 Oktober 2025

Industri Pengetahuan dan Nasib Dosen: Kritik Atas Persyaratan Publikasi Scopus untuk Guru Besar

Industri Pengetahuan dan Nasib Dosen: Kritik Atas Persyaratan Publikasi Scopus untuk Guru Besar

Oleh: Dr Suharsiwi, M.Pd, Peneliti dan Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta

Radar Info.CO.ID, JAKARTA -- Publikasi dalam jurnal internasional yang terdaftar di Scopus kini menjadi "kunci wajib" bagi dosen Indonesia yang berkeinginan meraih jabatan akademik tertinggi, yaitu profesor.

Kebijakan ini diwujudkan dengan niat baik, untuk meningkatkan pengakuan kualitas penelitian Indonesia di kancah internasional. Namun, di balik prestise tersebut tersembunyi beban berat yang sering menguras tenaga, pikiran, bahkan keuangan para dosen.

Kewajiban Biaya yang Tidak Dapat Disangkal

Faktanya, publikasi Scopus tidak hanya terbatas pada penulisan artikel berkualitas. Dosen juga perlu menghadapi biaya publikasi (Article Processing Charge/APC) yang besarnya bisa mencapai puluhan juta rupiah.

Bagi para dosen di universitas besar yang memiliki dukungan dana penelitian, hal ini mungkin masih bisa diatasi. Namun, bagi dosen di perguruan tinggi swasta atau daerah, biaya sebesar itu terasa sulit ditanggung sendiri.

Perusahaan penerbit besar seperti Elsevier, Springer Nature, Taylor & Francis, dan Wiley menghasilkan miliaran dolar setiap tahun.

Penulis artikel tidak menerima imbalan,reviewerbekerja secara sukarela tanpa mendapatkan upah, namun dosen justru perlu membayar agar karyanya dapat terbit.

Penelitian terhadap dosen yang mengikuti program Visiting Professor UMM 2023 memperkuat fakta ini: 63,3 persen peserta menolak Scopus sebagai syarat kenaikan jabatan Guru Besar, karena beban biaya dan proses yang rumit.

Bahkan 73,3 persen mengatakan pendapatan dosen di Indonesia masih jauh dari layak (Policy Brief Analisis Kebijakan Publikasi Scopus).

Ketidakadilan Akademik

Kebijakan ini menimbulkan ketidakseimbangan baru dalam lingkungan akademik Indonesia. Dosen yang mengajar di universitas besar atau perguruan tinggi unggulan lebih mudah mencapai jabatan guru besar karena memiliki akses terhadap dana penelitian dan jaringan internasional.

Sebaliknya, dosen yang berada di kampus kecil, swasta, atau daerah tertinggal menghadapi tantangan berat. Kesempatan untuk naik pangkat akhirnya lebih dipengaruhi oleh kemampuan keuangan, bukan hanya kualitas pendidikan akademik.

Seorang dosen di sebuah universitas swasta pernah menceritakan, ia harus memutuskan antara menggunakan tabungan keluarga untuk biaya publikasi Scopus atau menunda ambisi menjadi profesor demi kebutuhan anak-anaknya.

Masalah semacam ini benar-benar dirasakan oleh banyak ilmuwan. Bukankah ini bentuk ketidakadilan?

Etika Akademik yang Terkikis

Tekanan untuk memenuhi kriteria Scopus juga menimbulkan dampak negatif yang berbahaya. Fenomena penyalahgunaan artikel, layanan instan, hingga penerbitan di jurnal pemangsa semakin meningkat. Alih-alih mendorong budaya penelitian yang sehat, kebijakan ini justru menciptakan ruang bagi tindakan tidak etis yang merusak integritas akademik.

Lebih mengejutkan lagi, terdapat kasus artikel yang telah terbit justru dihapus dari indeks Scopus (discontinue) akibat masalah kredibilitas jurnal. Akibatnya, artikel tersebut tidak lagi diakui dalam proses kenaikan jabatan, meskipun dosen telah mengeluarkan biaya besar dan membuang waktu penelitian.

Belajar dari Negara Lain

Beberapa negara menghadapi tantangan yang serupa, namun berusaha mengambil pendekatan yang berbeda. Seperti Malaysia, yang memberikan bantuan keuangan yang cukup besar untuk publikasi agar para dosen tidak merasa terbebani.

India memperluas pengakuan terhadap jurnal nasional yang memiliki reputasi internasional, sehingga tidak semua penelitian harus bergantung pada Scopus. Negara-negara tersebut menyadari bahwa publikasi ilmiah memang penting, tetapi kualitas tidak boleh dinilai hanya berdasarkan indeksasi, terutama yang diatur oleh perusahaan penerbit global.

Indonesia perlu mengambil pelajaran dari praktik yang baik ini. Jika terus mengandalkan Scopus, kita hanya akan semakin memperkaya penerbit asing, sementara para dosen justru semakin terbebani.

Rekomendasi Kebijakan: Penilaian dan Perubahan

Policy briefmengenai publikasi Scopus, beberapa langkah yang sebaiknya dipertimbangkan oleh pemerintah adalah:

1.Memberikan kriteria publikasi alternatif, seperti mengakui jurnal nasional yang memiliki reputasi baik (Sinta 1-2) atau jurnal regional yang terpercaya dan diakui oleh komunitas ilmiah.

2. Memberikan dukungan keuangan yang adil, khususnya untuk dosen di perguruan tinggi swasta dan daerah, agar mereka tidak perlu menghabiskan uang pribadi.

3. Memperkuat ekosistem jurnal nasional, sehingga Indonesia memiliki saluran ilmiah berkualitas global tanpa sepenuhnya bergantung pada penerbit luar negeri.

Menimbang Kembali Arah Kebijakan

Publikasi di Scopus memang penting dalam memperluas jaringan penelitian Indonesia di tingkat internasional. Namun, menjadikannya sebagai syarat wajib bagi profesor tanpa mempertimbangkan aspek keadilan hanya akan memperlebar celah ketimpangan akademik.

Pertanyaan penting muncul: apakah posisi akademik tertinggi seharusnya ditentukan oleh kemampuan membayar publikasi, bukan oleh kualitas karya dan komitmen ilmiah?

Pengetahuan seharusnya tersedia bagi semua orang, guna mendorong kemajuan masyarakat. Menganggapnya sebagai bisnis yang hanya bisa diakses oleh mereka yang memiliki dana besar merupakan penyimpangan terhadap nilai-nilai akademis yang mulia.

Penutup

Saat ini waktunya kita meninjau kembali arah kebijakan publikasi di Indonesia. Tujuan baik untuk meningkatkan kualitas penelitian tidak boleh berujung pada memberatkan dosen atau merusak etika akademik.

Pengetahuan seharusnya kembali pada tujuannya: meningkatkan kualitas hidup bangsa, bukan hanya untuk memperkaya industri penerbit internasional.

Kamis, 02 Oktober 2025

7 Ciri Kepribadian Orang yang Masih Menonton Berita di Televisi, Kamu Masih Begitu?

7 Ciri Kepribadian Orang yang Masih Menonton Berita di Televisi, Kamu Masih Begitu?

D'moneyTalk – Kepribadian seseorang sering tercermin dari kebiasaan kecil, termasuk saat masih menonton berita di televisi.

Bagi sebagian orang, menonton berita di televisi bukan sekadar rutinitas, melainkan bagian dari kepribadian yang mencintai informasi klasik.

Televisi masih dianggap sebagai sumber berita yang valid bagi mereka yang memiliki kepribadian konsisten dalam mengikuti perkembangan.

Menonton berita di televisi juga menggambarkan kepribadian yang menghargai tradisi lama meski era digital semakin berkembang.

Kebiasaan menonton berita di televisi kerap menjadi ciri khas kepribadian yang lebih menyukai kedalaman daripada sekadar kecepatan informasi.

Dilansir dari geediting.com pada Kamis (25/9), bahwa ada tujuh ciri kepribadian orang yang masih menonton berita di televisi.

  1. Menghargai nilai tradisi

Dalam era digital yang serba cepat ini, masih ada individu yang memilih untuk mendapatkan informasi terkini melalui layar kaca konvensional.

Pilihan ini menunjukkan apresiasi mendalam terhadap media yang telah teruji waktu selama puluhan tahun.

Konsistensi dan stabilitas yang ditawarkan oleh rutinitas ini mencerminkan karakter yang menghargai hal-hal yang bertahan lama.

Kecenderungan ini seringkali termanifestasi dalam aspek kehidupan lainnya, seperti preferensi terhadap hubungan jangka panjang daripada yang bersifat sementara.

Mereka juga cenderung lebih menyukai karya sastra klasik dibandingkan fiksi kontemporer yang sedang tren.

Pilihan makanan comfort food tradisional juga lebih diutamakan daripada tren kuliner yang sedang populer.

  1. Mengapresiasi kedalaman dan detail

Program informatif di layar kaca umumnya menyediakan analisis mendalam dan liputan komprehensif mengenai berbagai isu.

Berbeda dengan platform digital yang membatasi informasi dalam format singkat, medium tradisional ini memungkinkan eksplorasi topik secara lebih menyeluruh.

Para penikmat format ini tidak puas hanya dengan mengetahui apa yang terjadi, tetapi juga ingin memahami bagaimana dan mengapa suatu peristiwa berlangsung.

Mereka adalah tipe individu yang gemar menggali topik hingga ke akar permasalahannya daripada sekadar memahami permukaannya saja.

Dalam diskusi sosial, mereka seringkali menjadi orang yang mampu memberikan perspektif menyeluruh dan berimbang terhadap berbagai isu.

Kualitas ini membuat mereka dihargai sebagai teman diskusi yang dapat memberikan wawasan mendalam dalam percakapan.

  1. Mahir dalam multitasking

Konsumsi informasi melalui layar kaca memberikan fleksibilitas untuk melakukan aktivitas lain secara bersamaan.

Berbeda dengan membaca teks yang memerlukan fokus visual penuh, medium ini memungkinkan konsumsi informasi secara lebih pasif.

Seseorang dapat memasak, melipat pakaian, atau bahkan berolahraga sambil tetap mengikuti perkembangan terkini.

Format audio-visual memungkinkan pendengar untuk sesekali melirik layar ketika diperlukan sambil tetap melanjutkan tugas lainnya.

Kemampuan ini mencerminkan keahlian dalam mengelola waktu dan menjalankan berbagai tanggung jawab secara efisien.

Skill multitasking seperti ini sangat dihargai dalam masyarakat modern yang serba cepat dan padat aktivitas.

  1. Menyukai format yang terstruktur

Program informatif layar kaca mengikuti struktur yang telah ditetapkan dengan segmen-segmen yang direncanakan secara matang.

Urutan penyajian yang konsisten mulai dari berita utama, update ekonomi, hingga prakiraan cuaca memberikan rasa dapat diprediksi.

Format yang teratur ini menawarkan ketertiban di tengah dunia yang seringkali terasa kacau dan tidak teratur.

Preferensi terhadap struktur ini mungkin juga tercermin dalam aspek kehidupan lainnya, seperti kecenderungan untuk membuat dan mengikuti rencana.

Mereka juga cenderung lebih nyaman dengan lingkungan yang tertata rapi dan menghargai ketepatan waktu dalam berbagai kesempatan.

Apresiasi terhadap ketertiban dan struktur ini menjadi bagian penting dari cara mereka mengorganisir dunia personal mereka.

  1. Merasakan sense of community

Program informatif lokal di layar kaca menciptakan perasaan keterhubungan dengan komunitas sekitar yang seringkali hilang di platform digital.

Presenter yang familiar terasa seperti wajah-wajah akrab yang menjadi bagian dari rutinitas harian masyarakat setempat.

Berbeda dengan konsumsi informasi online yang bersifat individual, medium tradisional ini menawarkan pengalaman bersama yang lebih kolektif.

Ada perasaan menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar daripada sekadar individu yang mengonsumsi informasi sendirian.

Koneksi emosional dengan presenter dan program menciptakan ikatan yang lebih personal dibandingkan platform digital yang impersonal.

Pengalaman berbagi momen informatif dengan jutaan pemirsa lainnya memberikan dimensi sosial yang bernilai dalam kehidupan modern.

  1. Menikmati tempo yang lebih santai

Di tengah bombardir informasi digital yang berlangsung 24/7, program informatif layar kaca menawarkan kecepatan yang lebih terkendali.

Format yang mengikuti jadwal tetap dengan durasi program sekitar satu jam memungkinkan penyerapan informasi pada tempo yang lebih nyaman.

Pendekatan ini kontras dengan kebutuhan untuk terus-menerus merefresh feed digital demi mendapatkan update terbaru.

Preferensi terhadap tempo yang lebih lambat ini mungkin juga termanifestasi dalam gaya hidup yang lebih santai secara keseluruhan.

Mereka cenderung lebih menikmati proses menyeruput kopi pagi dengan tenang daripada terburu-buru menyelesaikan rutinitas.

Pilihan untuk berjalan santai dibandingkan olahraga intensitas tinggi juga mencerminkan preferensi terhadap kecepatan hidup yang lebih terkontrol.

  1. Mengutamakan kredibilitas

Dalam era misinformasi dan hoaks yang merajalela, faktor kredibilitas menjadi pertimbangan utama dalam memilih sumber informasi.

Penelitian menunjukkan bahwa masyarakat umumnya lebih mempercayai program informatif layar kaca dibandingkan sumber-sumber online.

Jaringan televisi memiliki proses fact-checking yang ketat dan sistem akuntabilitas yang lebih jelas dalam pelaporan mereka.

Kehadiran presenter yang sudah dikenal dan dipercaya menambah lapisan kredibilitas yang sulit ditemukan di platform digital.

Reputasi yang dibangun selama bertahun-tahun oleh stasiun dan presenter menciptakan tingkat kepercayaan yang tinggi di mata pemirsa.

Bagi mereka yang masih memilih medium ini, kredibilitas informasi merupakan aspek yang tidak dapat dikompromikan dalam era yang penuh dengan informasi yang meragukan.

 

***